Oleh : Drs. M. Taufiqurrahman, Msi, (Praktisi dan Pemerhati Pemerintahan)
Dalam
Artikel ini Penulis pun berharap telah sesuai dengan nilai-nilai etis dan moral
luhur bangsa, sebagaimana digariskan dalam pasal 28E ayat 3 UUD 1945, mengenai
kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat baik secara lisan
maupun tulisan yang dijamin oleh negara,
serta melalui perenungan terhadap fenomena yang terjadi dalam alam demokrasi di
Indonesia, salah satu diantaranya yang paling menarik perhatian dan banyak
menyerap sumber daya warga dan bangsa Indonesia, yakni pesta demokrasi
pemilihan anggota legislatif dan
pimpinan eksekutif atau kepala daerah dan wakilnya.
Terkait
dengan Plus minus proses pileg dan pilkada, plusnya adalah pelajaran bagi warga
dalam pengambilan keputusan baik untuk dipilih atau pun dipilih. Minusnya
adalah pembelajaran praktek buruk dalam demokratisasi, indikasinya adalah money politic yang kemudian dapat
menjadi pemicu the bad political money pada
rezim yang memerintah dengan kata lain praktek politik uang yang memicu Politik
Pragmatisme.
Demokrasi merupakan salah satu instrumen
yang pada umumnya diyakini dapat mengantar warga negara mencapai kesejahteraan
lahir batin. Namun meskipun hanya sebuah instrumen, demokrasi diakui mengandung
nilai luhur dan hakiki kemanusiaan,
yaitu penghargaan terhadap hak kebebasan warga negara. Demokrasi sebagai sebuah
sistem, idealnya adalah sebuah mekanisme atau tata cara yang memungkinkan warga
negara dapat menentukan keputusan atau pilihan tindakan terbaik dari sejumlah
alternatif pilihan yang ada. Dengan demikian, demokrasi dalam praktek pileg dan
pilkada dapat dikatakan baik apabila warga negara telah dapat menentukan
pilihan terbaik atau hasil pileg dan pilkada dapat mendudukkan kandidat terbaik
dari alternatif yang ada.
Penentuan pilihan terbaik dari sejumlah alternatif oleh warga negara tentu dipengaruhi oleh alasan atau dasar penentuan pilihan, ini tentukan oleh standar penilaian yang digunakan oleh pemilih dan refleksinya kepada alternatif pilihan (calon anggota dalam pileg dan pilkada), dalam artikel ini penulis menggambarkan beberapa poin tersebut.
Parameter Penilaian
Fostulat
; sikap adalah fungsi kepentingan, hal mendasar dari setiap standar penilaian
yang digunakan. Kepentingannya dapat bersifat individu, kelompok atau warga
bangsa pada umumnya, dapat pula bersifat jangka pendek atau jangka panjang,
dapat pula bersifat materiil maupun immateriil. Namun kesemuanya terkait dengan
asset dan akses yang diyakini akan dapat diperoleh.
Standar
penilaian yang mungkin digunakan yaitu kesamaan berdasar kekerabatan, karena hubungan darah, kekerabatan karena
sekampung, sedaerah, pertemanan atau kekenalan (relasi kerja, alumni,
almamater), seagama atau keimanan, visi
dan janji politik, publikasi dan pembentukan opini dan atau sikap kepribadian
kandidat.
Faktor
akumulatif standar nilai dan determinasi standar tertentu berpengaruh terhadap
motif memilih kandidat. Semakin banyak standar nilai yang dipenuhi semakin
besar peluang untuk dipilih, sebailknya determinasi standar nilai tertentu
dapat lebih menentukan pilihan yang diambil.
Diantara
standar untuk menentukan pilihan kandidat, adalah standar nilai sikap dan
kepribadian yang mungkin kurang lazim digunakan untuk menentukan pilihan kandidat,
inilah menjadi alasan penulis untuk mengangkat topik ini.
Alasan Pentingnya Sifat
Kepribadian Kandidat
Secara
konsepsional, birokrasi dipahami sebagai sebuah organisasi besar dengan ciri-ciri
seperti terstruktur (kewenangan, tugas dan fungsi), sistematis, hirarkhis, dan instruktif. Karena ciri atau karakter
tersebut, memungkinkan budaya kerja dan kinerja suatu birokrasi dipengaruhi
oleh sifat dan karakter pejabatnya atau para birokrat. Demikian halnya sebuah organisasi pemerintah daerah, akan diwarnai oleh para pejabatnya dengan kekuatan
pengaruh yang terstruktur pula. Dalam teori manajemen, telah dipahami adanya fungsi
manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penyelenggaraan
dan pengendalian yang merupakan makna dari istilah asing yaitu planning, organizing and controlling (POAC). Inti dari manajemen
adalah kepemimpinan, inti dari kepemimpinan adalah pengambilan keputusan.
Dengan demikian lebih dapat dipahami mengapa posisi seorang pimpinan birokrasi
pemerintah daerah atau seorang kepala
daerah menjadi utama.
Dalam
teori kepemimpinan dikenal beberapa pendapat tentang lahirnya pemimpin,
diantaranya the great man dengan
asumsi bahwa seorang pemimpin lahir dari
bakat yang telah ada sejak dilahirkan, social theory dengan asumsi bahwa seorang pemimpin lahir
karena situasi dan kondisi sosial lingkungannya, dan teori yang menggabungkan
kedua teori sebelumnya dengan asumsi bahwa pemimpin lahir dari integrasi bakat
dan lingkungan sosial seseorang.
Islam
mengajarkan, bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia untuk menjadi pemimpin dimuka bumi setelah menawarkan kepada
mahlukNya yang lain, kepada malaikat dan gunung-gunung. Amanah kemudia jatuh
kepada manusia, mahluk yang penciptaannya dalam bentuk yang sesempurnah
sempurnahnya (Q.S. Attin ayat 3).
Setiap diri adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah Muhammad
SAW, dimasa kanak-kanaknya telah digelari Al amin oleh lingkungan masyarakatnya,
terpercaya karena sifat kejujurannya.
Nasihat
Ki Hajar Dewantara, yang kemudian menjadi simbol dan motto dari nilai luhur
yang dikembangkan dunia pendidikan nasional kita, “ Ingngarso asung tolodo ing
madio mangun karso tutwuri handayani “ juga menunjukkan kepada warga bangsa
betapa sifat kepribadian luhurlah yang seyognya menjadi semangat dan sikap kita
dalam menciptakan generasi dan warga bangsa yang cerdas dan berahlak mulia.
Substansi
yang dapat diambil dari uraian alasan pentingnya sifat kepribadian kandidat
ini, adalah bahwa seorang kepala daerah dengan sifat kepribadiannya akan
menentukan tata kerja dan kinerja birokrasi pemerintah daerah.
Referensi
1.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pasal 28E Ayat 3 tentang Kemerdekaan Berserikat, Berkumpul dan
Mengeluarkan Pendapat.
2. Dewantara,
Ki Hajar. "Ingngarso asung tolodo ing madio mangun karso tutwuri
handayani."
3. Al-Qur’an.
Surat At-Tin Ayat 3.
4. Gambar,
S. (2023). Politik dan Demokrasi di Indonesia: Pembelajaran dari Pileg dan
Pilkada. Jakarta: Penerbit Demokrasi.
5. Haryanto,
J. (2024). Pragmatisme dalam Politik Uang: Dampaknya terhadap Demokrasi di
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Rakyat.
6. Hadikusuma,
S. (2022). Teori Kepemimpinan dalam Birokrasi Pemerintahan Daerah.
Bandung: Penerbit Ilmu.
0 Komentar